May 16, 2012

74 wasiat untuk PEMUDA



          Segala puji bagi Allah yang berfirman:“Dan sungguh Kami telah memerintahkan orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah.” (An-Nisa’: 131 ) Serta shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada hamba dan rasul-Nya Muhammad yang bersabda: “Aku wasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah , serta agar kalian mendengar dan patuh.”Dan takwa kepada Allah adalah mentaati- Nya dengan melaksanakan perintah- Nya dan menjauhi larangan-Nya. Wa ba’du: Berikut ini adalah wasiat islami yang berharga dalam berbagai aspek seperti ibadah, muamalah, akhlak, adab dan yang lainnya dari sendi- sendi kehidupan.

         Kami persembahkan wasiat ini sebagai peringatan kepada para pemuda muslim yang senantiasa bersemangat mencari apa yang bermanfaat baginya, dan sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. Kami memohon kepada Allah agar menjadikan hal ini bermanfaat bagi orang yang membacanya ataupun mendengarkannya. Dan agar memberikan pahala yang besar bagi penyusunnya, penulisnya, yang menyebarkannya ataupun yang mengamalkannya. Cukuplah bagi kita Allah sebaik-baik tempat bergantung.



1. Ikhlaskanlah niat kepada Allah dan hati-hatilah dari riya’ baik dalam perkataan ataupun perbuatan.


2. Ikutilah sunnah Nabi dalam semua perkataan, perbuatan, dan akhlak.


3. Bertaqwalah kepada Allah dan ber’azamlah untuk melaksanakan semua perintah dan menjauhi segala larangan-Nya.


4. Bertaubatlah kepada Allah dengan taubat nashuha dan perbanyaklah istighfar.


5. Ingatlah bahwa Allah senatiasa mengawasi gerak-gerikmu. Dan ketahuilah bahwa Allah melihatmu, mendengarmu dan mengetahui apa yang terbersit di hatimu.


6. Berimanlah kepada Allah, malaikat- Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir serta qadar yang baik ataupun yang buruk.


7. Janganlah engkau taqlid (mengekor) kepada orang lain dengan buta (tanpa memilih dan memilah mana yang baik dan yang buruk serta mana yang sesuai dengan sunnah/syari’at dan mana yang tidak). Dan janganlah engkau termasuk orang yang tidak punya pendirian.


8. Jadilah engkau sebagai orang pertama dalam mengamalkan kebaikan karena engkau akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengikuti/mencontoh mu dalam mengamalkannya.


9. Peganglah kitab Riyadlush Shalihin, bacalah olehmu dan bacakan pula kepada keluargamu, demikian juga kitab Zaadul Ma’ad oleh Ibnul Qayyim.


10. Jagalah selalu wudlu’mu dan perbaharuilah. Dan jadilah engkau senantiasa dalam keadaan suci dari hadats dan najis.


11. Jagalah selalu shalat di awal waktu dan berjamaah di masjid terlebih lagi sahalat ‘Isya dan Fajr (shubuh).


12. Janganlah memakan makanan yang mempunyai bau yang tidak enak seperti bawang putih dan bawang merah. Dan janganlah merokok agar tidak membahayakan dirimu dan kaum muslimin.


13. Jagalah selalu shalat berjamaah agar engkau mendapat kemenangan dengan pahala yang ada pada shalat berjamaah tersebut.


14. Tunaikanlah zakat yang telah diwajibkan dan janganlah engkau bakhil kepada orang-orang yang berhak menerimanya.


15. Bersegeralah berangkat untuk shalat Jumat dan janganlah berlambat-lambat sampai setelah adzan kedua karena engkau akan berdosa.


 16. Puasalah di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah agar Allah mengampuni dosa-dosamu baik yang telah lalu ataupun yang akan datang.
   
 17. Hati-hatilah dari berbuka di siang hari di bulan Ramadhan tanpa udzur syar’i sebab engkau akan berdosa karenanya.


18. Tegakkanlah shalat malam (tarawih) di bulan Ramadhan terlebih- lebih pada malam lailatul qadar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah agar engkau mendapatkan ampunan atas dosa-dosamu yang telah lalu.


19. Bersegeralah untuk haji dan umrah ke Baitullah Al-Haram jika engkau termasuk orang yang mampu dan janganlah menunda-nunda. 20. Bacalah Al-Qur’an dengan mentadaburi maknanya. Laksanakanlah perintahnya dan jauhi larangannya agar Al-Qur’an itu menjadi hujjah bagimu di sisi rabmu dan menjadi penolongmu di hari qiyamat.


 21. Senantiasalah memperbanyak dzikir kepada Allah baik perlahan- lahan ataupun dikeraskan, apakah dalam keadaan berdiri, duduk ataupun berbaring. Dan hati-hatilah engkau dari kelalaian.


22. Hadirilah majelis-majelis dzikir karena majelis dzikir termasuk taman surga.


23. Tundukkan pandanganmu dari aurat dan hal-hal yang diharamkan dan hati-hatilah engkau dari mengumbar pandangan, karena pandangan itu merupakan anak panah beracun dari anak panah Iblis.


24. Janganlah engkau panjangkan pakaianmu melebihi mata kaki dan janganlah engkau berjalan dengan kesombongan/keangkuhan.


25. Janganlah engkau memakai pakaian sutra dan emas karena keduanya diharamkan bagi laki-laki.


26. Janganlah engkau menyeruapai wanita dan janganlah engkau biarkan wanita-wanitamu menyerupai laki- laki.


27. Biarkanlah janggutmu karena Rasulullah: “Cukurlah kumis dan panjangkanlah janggut.” (HR. Bukhari Dan Muslim)


28. Janganlah engkau makan kecuali yang halal dan janganlah engkau minum kecuali yang halal agar doamu diijabah.


29. Ucapkanlah "bismillah" ketika engkau hendak makan dan minum dan ucapkanlah "alhamdulillah" apabila engkau telah selesai.


30. Makanlah dengan tangan kanan, minumlah dengan tangan kanan, ambillah dengan tangan kanan dan berilah dengan tangan kanan.


31. Hati-hatilah dari berbuat kezhaliman karena kezhaliman itu merupakan kegelapan di hari kiamat.


32. Janganlah engkau bergaul kecuali dengan orang mukmin dan janganlah dia memakan makananmu kecuali engkau dalam keadaan bertaqwa (dengan ridla dan memilihkan makanan yang halal untuknya).


33. Hati-hatilah dari suap-menyuap (kolusi), baik itu memberi suap, menerima suap ataupun perantaranya, karena pelakunya terlaknat. 34. Janganlah engkau mencari keridlaan manusia dengan kemurkaan Allah karena Allah akan murka kepadamu.

35. Ta’atilah pemerintah dalam semua perintah yang sesuai dengan syari’at dan doakanlah kebaikan untuk mereka.


36. Hati-hatilah dari bersaksi palsu dan menyembunyikan persaksian. “Barangsiapa yang menyembunyikan persaksiannya maka hatinya berdosa. Dan Allah maha mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (Al-Baqarah: 283 )


37. “Dan ber amar ma’ruf nahi munkarlah serta shabarlah dengan apa yang menimpamu.” (Luqman: 17) Ma’ruf adalah apa-apa yang diperintahkan oleh Allah dan rasul- Nya , dan munkar adalah apa-apa yang dilarang oleh Allah dan rasul- Nya.


38. Tinggalkanlah semua hal yang diharamkan baik yang kecil ataupun yang besar dan janganlah engkau bermaksiat kepada Allah dan janganlah membantu seorangpun dalam bermaksiat kepada-Nya.


39. Janganlah engkau dekati zina. Allah berfirman: “Janganlah kalian mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah kekejian dan sejelek-jelek jalan.” (Al-Isra’:32) 40. Wajib bagimu berbakti kepada orang tua dan hati-hatilah dari mendurhakainya.


41. Wajib bagimua untuk silaturahim dan hati-hatilah dari memutuskan hubungan silaturahim.


42. Berbuat baiklah kepada tetanggamu dan janganlah menyakitinya. Dan apabila dia menyakitimu maka bersabarlah.


43. Perbanyaklah mengunjungi orang-orang shalih dan saudaramu di jalan Allah.

44. Cintalah karena Allah dan bencilah juga karena Allah karena hal itu merupakan tali keimanan yang paling kuat.


45. Wajib bagimu untuk duduk bermajelis dengan orang shalih dan hati-hatilah dari bermajelis dengan orang-orang yang jelek.


46. Bersegeralah untuk memenuhi hajat (kebutuhan) kaum muslimin dan buatlah mereka bahagia.


47. Berhiaslah dengan kelemahlembutan, sabar dan teliti. Hatilah-hatilah dari sifat keras, kasar dan tergesa-gesa.


48. Janganlah memotong pembicaraan orang lain dan jadilah engkau pendengar yang baik.


49. Sebarkanlah salam kepada orang yang engkau kenal ataupun tidak e ngkau kenal.


50. Ucapkanlah salam yang disunahkan yaitu "assalamualaikum" dan tidak cukup hanya dengan isyarat telapak tangan atau kepala saja.


51. Janganlah mencela seorangpun dan mensifatinya dengan kejelekan.


52. Janganlah melaknat seorangpun t ermasuk hewan dan benda mati.


53. Hati-hatilah dari menuduh dan mencoreng kehormatan orang lain karena hal itu termasuk dosa yang paling besar.


54. Hati-hatilah dari namimah (mengadu domba), yakni menyampaikan perkataan di antara manusia dengan maksud agar terjadi kerusakan di antara mereka.


55. Hati-hatilah dari ghibah, yakni engkau menceritakan tentang saudaramu apa-apa yang dia benci jika mengetahuinya.


56. Janganlah engkau mengagetkan, menakuti dan menyakiti sesama muslim. 57. Wajib bagimu melakukan ishlah (perdamaian) di antara manusia karena hal itu merupakan amalan yang paling utama.


58. Katakanlah hal-hal yang baik, jika tidak maka diamlah.


59. Jadilah engkau orang yang jujur dan janganlah berdusta karena dusta akan mengantarkan kepada dosa dan dosa mengantarakan kepada neraka.


60. Janganlah engkau bermuka dua. Datang kepada sekelompok dengan satu wajah dan kepada kelompok lain dengan wajah yang lain. 61. Janganlah bersumpah dengan selain Allah dan janganlah banyak bersumpah meskipun engkau benar.


62. Janganlah menghina orang lain karena tidak ada keutamaan atas seorangpun kecuali dengan taqwa.


63. Janganlah mendatang dukun, ahli nujum serta tukang sihir dan jangan membenarkan (perkataan) mereka.


64. Janganlah menggambar gambar manuasia dan binatang. Sesungguhnya manusia yang paling keras adzabnya pada hari kiamat adalah tukang gambar.


65. Janganlah menyimpan gambar makhluk yang bernyawa di rumahmu karena akan menghalangi malaikat untuk masuk ke rumahmu.


66. Tasymitkanlah orang yang bersin dengan membaca: "yarhamukallah" apabila dia mengucapkan: "alhamdulillah"


67. Jauhilah bersiul dan tepuk tangan.


68. Bersegeralah untuk bertaubat dari segala dosa dan ikutilah kejelekan dengan kebaikan karena kebaikan tersebut akan menghapuskannya. Dan hati-hatilah dari menunda-nunda. 69. Berharaplah selalu akan ampunan Allah serta rahmat-Nya dan berbaik sangkalah kepada Allah .


70. Takutlah kepada adzab Allah dan janganlah merasa aman darinya.


71. Bersabarlah dari segala mushibah yang menimpa dan bersyukurlah dengan segala
kenikamatan yang ada.


72. Perbanyaklah melakukan amal shalih yang pahalanya terus mengalir meskipun engkau telah mati, seperti membangun masjid dan menyebarakan ilmu.


73. Mohonlah surga kepada Allah dan berlindunglah dari nereka.


74. Perbanyaklah mengucapkan shalawat dan salam kepada Rasulullah. Shalawat dan salam senantiasa Allah curahkan kepadanya sampai hari kiamat juga kepada keluarganya dan seluruh shahabatnya.


(Diterjemahkan dari buletin berjudul 75 Washiyyah li Asy-Syabab terbitan Daarul Qashim Riyadl-KSA oleh Abu Abdurrahman Umar Munawwir) sumber; Tarbiah Si Kecil.

Calon solehah Kisah ak dan dia.

            Usai berdoa seperti kelaziman, dia meraup wajahnya. Sunat selepas maghrib menjadi penutup ibadah senjanya lewat petang itu. Hajat memang ada untuk sama-sama meraih pahala berganda di masjid, namun keletihan diri terlebih dahulu merantai keinginan mulia itu. Serik rasanya beradu kekuatan di padang bola bersama dengan orang Arab. Ganas, agresif dan kasar. Semuanya bersatu dan berpadu dan membuahkan natijah yang kurang menyenangkannya. Tersungkur jugak dia dibentes lawan. Tangannya mencapai minyak habbatussauda’ untuk disapukan pada bahagian yang sudah nampak lebam biru kehitaman. Kakinya hampir saja kejang. Aduh! Dia mengeluh. Matanya terpaku pada penanda buku unik yang terselit malu pada Tafsir Quran. Jamahan matanya menyatakan dalam kiasan nurani penanda buku itu unik rekaannya. Seunik bicara dan hujah pemberi “book mark” itu. Kemas dengan kesan “liminate”, berukuran comel 30cm panjang kali 5cm lebar. Kalimah bertinta ungu itu menarik perhatiannya malah tersemat utuh di hatinya.

           Terkesan siapa yang membaca hikmah puitis itu. “Layakkah kita untuk mengasihi manusia sekiranya kasih dan cinta kita pada Pencipta manusia itu masih belum mantap. Tepuklah dada tanyalah iman.” Semusim percutianku sebelum melanjutkan pengajian di Universiti Yarmouk ini, sememangnya meninggalkan kesan yang mendalam pada hatiku. Alasan yang aku kemukakan semata-mata untuk mengelak apabila Tok Ayah persoalkan tentang jodoh ternyata membuahkan satu mutiara kenangan. Kenangan yang menautkan dua hati melalui penyatuan idea mengenai CALON SOLEHAH.
         “Mencari seorang calon isteri yang solehah bolehlah kita umpamakan sebagai mencari gagak putih. Semakin ia bernilai maka lazimnya semakin susah untuk kita dapatkan. Agaknya inilah penyebab ramainya anak muda yang masih mencari-cari jodoh sedangkan umur semakin meningkat…lewat menunaikan seru,” “ Hafiz, kamu tidak mahu berkahwin ker?” eh, tetiba pula Tok Ayah mengutarakan soalan cepu mas ini.
          Pengajian memang sudah tamat namun hajat di hati ingin menyambung ke peringkat sarjana masih segar. “Bukan tak berkeinginan Tok Ayah tapi..hajat nak mencari yang solehah. Biar dunia tidak berat sebelah,” harap- harap inilah alasan yang agak kukuh.
          “Nak cari yang benar-benar solehah, bukanlah satu usaha yang mudah. Nak yang solat di awal waktu, hormati ibu dan ayah, pandai mengaji Quran, menutup aurat..ish, banyak sungguh ciri-ciri kamu Hafiz..alamat, sampai Tok Ayah berumah kat batu dua lah baru sampai hajat..” “ Susahlah Tok Ayah…yang sipi-sipi ada la jugak jumpa…”sempat juga aku melontarkan idea spontan aku. Tok Ayah hanya menggeleng. Pertemuan dengan Raihanah berlaku secara tidak sengaja, ketika bersama- sama Tok Ayah singgah ke warung pagi itu. Suka benar Tok Ayah dengan nasi lemak air tangan ibu saudara Raihanah.
           Dia kurang mengenali siapa Raihanah. Malah daripada cerita ibu saudaranya itu Raihanah adalah anak abangnya yang tinggal di Kedah. Tamat pengajian gadis itu bermastautin sementara di kampungnya. manis tapi jarang tersenyum. Kulit asianya terlindung di sebalik baju t-shirt labuh paras lutut dan bertangan panjang itu, dengan tudung turki bercorak flora.
          Tiada yang istimewa sangat! Namun peristiwa malam itu di surau ternyata membuktikan bahawa gadis itu bukanlah sebarangan gadis. Mempunyai daya tarikan pada yang tahu menilai mutiara wangian syurga ini. “calon isteri yang solehah…orang lelaki nak yang solehah sahaja, tapi kadangkala diri sendiri dia tak check betul-betul,” ngomel seorang gadis ketika perbincangan ilmiah pada malam itu apabila Tok Ayah menyatakan mengenai topic tersebut. Aku sekadar tersenyum. Kelaziman kuliah maghrib lebih berbentuk ilmiah untuk menarik golongan muda bersama-sama meluahkan pendapat. Mendengar kata-kata gadis itu aku tersenyum sendirian. “Raihanah ada sebarang pendapat?” soal tok ayah apabila gadis bertelekung putih itu hanya sekadar menjadi pemerhati debat tidak formal itu.
            “sekadar pendapat tok ayah…jika kita nak bakal zaujah kita seorang yang solehah, yang bertaqwa saya ada satu tips,”riuh seketika. “sebelum kita kaji dan telek bakal isteri kita paling afdal kita telek diri kita dulu. Teropong dulu takat mana iman dan taqwa kita,” aku sedikit terkelu. Macamana agaknya? Namun persoalan itu hanya berlegar-legar di fikiran kosong aku, tidak terluah. “nak dapat bakal isteri yang solehah, paling penting syarat utamanya solehkan dulu diri anda.
              Di sinilah dapat kita kaitkan konsep bakal isteri yang solehah untuk bakal suami yang soleh. tabur ciri-ciri suami soleh dalam diri. Siramkan sahsiah mulia dengan sifat mahmudah lelaki soleh. Aku mengangguk tanda setuju dengan pendapat bernas itu. “tapi, ada jaminan ker kita akan mendapat bakal isteri yang solehah?” ada qariah muda berani untuk mengutarakan soalan. “Bergantung pada diri kita sebenarnya. Suburnya ciri-ciri lelaki soleh pada diri kita insyaAllah akan meningkatkan iman dan taqwa kita. Semakin cerahlah peluang untuk kita mendapat calon yang solehah.
             Jodoh adalah kerja Allah. Ingatlah jaminan Allah dalam surah Nisa’ bahawa lelaki yang soleh telah ditetapkan akan dipertemukan dengan perempuan yang solehah. Lelaki yang mukmin untuk perempuan yang mukminat.” Raihanah melepas lelah barangkali. Lalu dia tersenyum. “ teruskan usaha mencari calon yang solehah. Tapi, dalam masa yang sama tingkatkan nilai kesolehan anda. Inilah strategi serampang dua mata, macam DEB.
             Cuma satu nasihat saya, jangan letakkan syarat bakal zaujah itu terlalu tinggi,” “Kenapa pulak?” Tanya Tok Ayah. Eh, Tok ayah pun mengambil bahagian juga? “bukankah hakikat sebuah perkahwinan adalah saling melengkapi. insyaAllah jika ada yang kurang pada bakal zaujah, tampunglah selepas perkahwinan tersebut. Hal iman dan taqwa janganlah diambil remah. Jangan nak berlebih dan berkurang dalam hal mencari pasangan kita. Mengambil kata-kata daripada laman Kemudi hati dalam Anis, kebanyakan lelaki menilai dan meletakkan piawaian yang tinggi untuk bakal zaujahnya tetapi merendahkan piawaian itu untuk dirinya…itu adalah silap tafsir.” Alhamdulillah, sekarang terbuka sudah pemikiran ruang lingkup. Aku tersenyum. Terima kasih Raihanah. Tok Ayah juga tersenyum. Ada hikmah di sebalik semua ini.
            “hafiz, ada surat untuk anta daripada Malaysia…”kenyitan mata Syahid sewaktu menyerahkan surat bersampul ungu itu diikuti dengan gelak tawa rafiknya yang lain mematikan lamunannya. Senyuman yang berbunga di bibir Syahid seolah- olah memberitahunya bahawa warkah itu sudah pastinya daripada tunangannya, Raihanah.. calon pilihan Tok Ayah, dan juga hatinya yang kini sedang meneruskan pengajian peringkat sarjana Undang-undang Syariah di Universiti Al-Azhar, Mansoura, Egypt. Alhamdulillah, gadis inilah yang telah menemukannya titik noktah pencarian calon solehah. Syukur Ya Allah, moga jodoh ini kekal hingga ke syurga Rabbul Izzati.
    
Sumber; (www.mindaplus.com)

May 15, 2012

Pernikahan Saidina Ali dengan Fatimah.


             Rasulullah SAW berkata kepada Sayidina Ali r.a: “Wahai Ali, sesungguhnya Fatimah adalah bahagian dari aku. Dia adalah cahaya mataku dan buah hatiku. Barang siapa menyusahkan dia, ia menyusahkan aku, dan siapa yang menyenangkan dia, ia menyenangkan aku." Siti Fatimah Az Zahra r.a mencapai puncak keremajaan dan kecantikannya ketika Islam dibawa Nabi Muhammad SAW sudah maju dan pesat di Madinah dan sekitarnya. Ketika itu Siti Fatimah Az Zahra r.a benar-benar telah menjadi anak gadis remaja. Keelokan parasnya banyak menarik perhatian. Tidak sedikit pemuda terhormat yang menaruh harapan ingin mempersuntingkan puteri Rasulullah SAW itu.
             Beberapa orang terkemuka dari kaum Muhajirin dan Ansar telah berusaha melamarnya. Menangani lamaran itu, Nabi Muhammad SAW menyatakan bahawa baginda sedang menanti datangnya petunjuk dari Allah SWT mengenai puterinya itu.
             Pada suatu hari Abu Bakar As Siddiq r.a, Umar Ibnul Khattab r.a dan Saad bin Muaz bersama- sama Rasulullah SAW duduk dalam masjid baginda. Pada kesempatan itu diperbincangkan antara lain persoalan puteri Rasulullah SAW. Ketika itu baginda bertanya kepada Abu Bakar As Siddiq r.a, “Apakah engkau bersedia menyampaikan persoalan Fatimah itu kepada Ali bin Abi Talib?” Abu Bakar As Siddiq r.a menyatakan kesediaannya. Ia berangkat untuk menghubungi Sayidina Ali r.a.
              Sewaktu Sayidina Ali r.a melihat datangnya Abu Bakar As Siddiq r.a dengan tergopoh-gapah, ia menyambutnya dengan terperanjat kemudian bertanya, “Anda datang membawa berita apa?” Setelah duduk rehat sejenak, Abu Bakar As Siddiq r.a segera memperjelaskan persoalannya, “Wahai Ali, engkau adalah orang pertama yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta mempunyai lebih keutamaan dibandingkan dengan orang lain. Semua sifat utama ada pada dirimu. Demikian juga engkau adalah kerabat Rasulullah SAW. Beberapa orang Sahabat terkemuka telah menyampaikan lamaran kepada baginda untuk dapat mempersuntingkan puteri baginda. Lamaran itu semuanya baginda tolak.
              Baginda menyatakan bahawa persoalan puterinya diserahkan kepada Allah SWT. Akan tetapi, wahai Ali, apa sebab hingga sekarang engkau belum pernah menyebut- nyebut puteri baginda itu dan mengapa engkau tidak melamar untuk dirimu sendiri? Kuharap semoga Allah dan Rasul-Nya akan menahan puteri itu untukmu.” Mendengar perkataan Abu Bakar r.a itu, mata Sayidina Ali r.a berlinang- linang. Menanggapi kata-kata itu,
             ''Sayidina Ali r.a berkata, “Wahai Abu Bakar, anda telah membuat hatiku goncang yang sebelumnya tenang.
              Anda telah mengingatkan sesuatu yang sudah kulupakan. Demi Allah, aku memang menghendaki Fatimah, tetapi yang menjadi penghalang satu- satunya bagiku ialah kerana aku tidak mempunyai apa-apa.” Abu Bakar r.a terharu mendengar jawapan Sayidina Ali r.a yang menyentuh perasaan itu. Untuk membesarkan dan menguatkan hati Sayidina Ali r.a, Abu Bakar berkata, “Wahai Ali, janganlah engkau berkata seperti itu. Bagi Allah dan Rasul-Nya, dunia dan seisinya ini hanyalah ibarat debu-debu bertaburan belaka!” Setelah berlangsung dialog seterusnya, Abu Bakar r.a berjaya mendorong keberanian Sayidina Ali r.a untuk melamar puteri Rasulullah SAW.
              Beberapa waktu kemudian, Sayidina Ali r.a datang menghadap Rasulullah SAW yang ketika itu sedang berada di tempat kediaman Ummu Salamah. Mendengar pintu diketuk orang, Ummu Salamah bertanya kepada Rasulullah SAW, “Siapakah yang mengetuk pintu?” Rasulullah menjawab, “Bangunlah dan bukakan pintu baginya. Dia orang yang dicintai Allah dan Rasul-Nya, dan ia pun mencintai Allah dan Rasul-Nya!” Jawapan Nabi Muhammad SAW itu belum dapat memuaskan hati Ummu Salamah r.a. Ia bertanya lagi, “Ya, tetapi siapakah dia itu?” “Dia saudaraku, orang kesayanganku!” jawab Nabi Muhammad SAW. Tercantum dalam banyak riwayat, bahawa Ummu Salamah di kemudian hari mengisahkan pengalamannya sendiri mengenai kunjungan Sayidina Ali r.a kepada Nabi Muhammad SAW itu: “Aku berdiri cepat-cepat menuju ke pintu, sampai kakiku terhantuk- hantuk. Setelah pintu kubuka, ternyata orang yang datang itu ialah Ali bin Abi Talib. Aku lalu kembali ke tempatku semula. Dia masuk, kemudian mengucapkan salam dan dijawab oleh Rasulullah SAW. Ia dipersilakan duduk di depan baginda.
             Ali bin Abi Talib menundukkan kepala, seolah-olah mempunyai maksud tetapi malu hendak mengutarakannya.
             Rasulullah mendahului berkata, “Wahai Ali, nampaknya engkau mempunyai suatu keperluan. Katakanlah apa yang ada dalam fikiranmu. Apa saja yang engkau perlukan, akan kau perolehi dariku!” Mendengar kata-kata Rasulullah SAW itu, lahir keberanian Ali bin Abi Talib untuk berkata, “Maafkanlah aku, ya Rasulullah. Engkau tentu ingat bahawa engkau telah mengambil aku dari bapa saudara engkau, Abu Talib dan ibu saudara engkau, Fatimah binti Asad, ketika aku masih kanak-kanak dan belum mengerti apa-apa. Sesungguhnya Allah telah memberi hidayah kepadaku melalui engkau juga. Dan engkau, ya Rasulullah, adalah tempat aku bernaung dan engkau jugalah yang menjadi wasilahku di dunia dan Akhirat. Setelah Allah membesarkan aku dan sekarang menjadi dewasa, aku ingin berumah tangga, hidup bersama seorang isteri. Sekarang aku datang menghadap untuk melamar puteri engkau, Fatimah.
              Ya Rasulullah, apakah engkau berkenan menyetujui untuk menikahkan diriku dengannya?” Ummu Salamah membuka kisahnya: “Ketika itu kulihat wajah Rasulullah nampak berseri-seri. Sambil tersenyum baginda berkata kepada Ali bin Abi Talib, “Wahai Ali, apakah engkau mempunyai suatu bekal mas kahwin?”
              “Demi Allah,” jawab Ali bin Abi Talib dengan terus terang, “Engkau sendiri mengetahui bagaimana keadaanku, tak ada sesuatu tentang diriku yang tidak engkau ketahui. Aku tidak mempunyai apa-apa selain sebuah baju besi, sebilah pedang dan seekor unta.” “Tentang pedangmu itu,” kata Rasulullah menanggapi jawapan Ali bin Abi Talib, “Engkau tetap memerlukannya untuk meneruskan perjuangan di jalan Allah. Dan untamu itu engkau juga perlu untuk keperluan mengambil air bagi keluargamu dan juga engkau memerlukannya dalam perjalanan jauh. Oleh kerana itu aku hendak menikahkan engkau hanya atas dasar mas kahwin sebuah baju besi saja. Aku puas menerima barang itu dari tanganmu. Wahai Ali, engkau wajib bergembira, sebab Allah Azza wa Jalla sebenarnya sudah lebih dahulu menikahkan engkau di langit sebelum aku menikahkan engkau di bumi!” Demikianlah riwayat yang diceritakan Ummu Salamah r.a. Setelah segala-galanya siap, dengan perasaan puas dan hati gembira, dengan disaksikan oleh para Sahabat, Rasulullah mengucapkan kata-kata ijab kabul pernikahan puterinya: “Bahawasanya Allah SWT memerintahkan aku supaya menikahkan engkau Fatimah atas mas kahwin 400 dirham (nilai sebuah baju besi). Mudah-mudahan engkau dapat menerima hal itu.” “Ya Rasulullah, itu kuterima dengan baik,” jawab Ali bin Abi Talib dalam pernikahan itu.
            Demikianlah berlakunya pernikahan antara dua orang yang sangat dicintai oleh Rasulullah SAW yakni puterinya, Siti Fatimah dan Sahabat yang jua merupakan sepupu baginda yakni Sayidina Ali. Rasulullah SAW mendoakan keberkahan atas perkahwinan itu. Sejarah menyaksikan bahawa Fatimah puteri Rasulullah adalah seorang wanita mulia yang menempuh berbagai ujian yang memerlukan pengorbanan yang cukup besar dalam hidupnya. Walaupun beliau adalah puteri Rasulullah, namun hidupnya bukannya disaluti kemewahan dan kesenangan, tetapi kemiskinan dan kesusahan. Apabila berkahwin dengan Sayidina Ali, kehidupannya tetap susah. Walaupun Rasulullah pemilik kepada seluruh kekayaan di muka bumi tetapi baginda tidak pernah mendidik anaknya dengan kemewahan.
             
            Sewaktu menjadi isteri Sayidina Ali, Siti Fatimah menguruskan sendiri keperluan rumah tangganya. Sayidina Ali sering tiada kerana keluar bersama Rasulullah SAW.
            Setiap hari, Siti Fatimah mengangkut air dari sebuah perigi yang jauhnya dua batu dari rumahnya. Beliau mengisar tepung untuk keperluan makanan keluarganya.
            Dalam serba susah dan miskin, beliau tetap ingin bersedekah walaupun hanya dengan sebelah biji kurma. Siti Fatimah tidak pernah mengeluh atau menyalahkan suaminya terhadap kesusahan yang terpaksa dihadapinya. Bahkan dikatakan bahawa seluruh kesusahan wanita di dunia ini telah ditanggungi oleh beliau sehingga beliau tidak perlu dipoligamikan. Wanita mulia ini sangat pemalu dan sangat menjaga maruah dirinya. Sewaktu Rasulullah SAW hampir wafat, dia menemani ayahanda kesayangannya itu. Ketika itu Rasulullah SAW telah berbisik ke telinga kanannya. Rasulullah memberitahu Siti Fatimah bahawa sudah sampai masanya untuk baginda mengadap Tuhan. Siti Fatimah sungguh sedih kerana akan berpisah dengan ayah yang sangat dikasihinya. Kemudian baginda berbisik ke telinga kirinya pula. Siti Fatimah tersenyum gembira. Rupa-rupanya Rasulullah SAW menyatakan bahawa Siti Fatimah adalah orang yang pertama yang akan menyusuli baginda. Siti Fatimah meninggal di usia 28 tahun, lebih kurang lima bulan selepas wafatnya Rasulullah SAW.


Bagaimanakah jika dibandingkan dgn kita agaknya,di zaman ini masih ada lagikah wanita seperti itu....???
hakikatnya miskin bukanlah ukuran, dan harta itu bukanlah jaminan kebahagiaan....hanya terletak pada taqwa......


by; Kisah Teladan Rasulullah Nikahkan Saidina Ali dengan Fatimah.