July 29, 2012

Lelaki Soleh dan Cinta, Pertunangan di tolak.


Rasanya nk post je artikel ni......cepat je like kalau bab minang2 ni he2...dalam kehidupan kita seharian bukanlah setiap perkara itu indah, kerana setiap apa yang kita mahukan atau kita harapkan tidak semestinya akan jadi milik kita....dan kita sebagai insan yang lemah ini masih tidak dapat membezakan di antara mana orang yang kita sukai atau orang yang kita cintai....sebab itu dalam pemilihan calon amat dititik beratkan bagi menjamin rumah tangga yang bahagia.....tp adakah semudah itu, tapi kita ini sebagai insan hanyalah menyerah pada takdir-Nya jika yang ditetapkan itu sememangnya adalah jodoh kita maka kita perlu trima.....Pilihlah di antara orang yang kamu cintai atau orang yang mencintaimu....

-------------------------------------------------------------

“Bila seorang laki-laki yang kamu ridhai agama dan akhlaqnya datang meminang,” kata Rasulullah mengandaikan sebuah kejadian sebagaimana dinukil Imam At Tirmidzi, “Maka, nikahkanlah dia.” Rasulullah memaksudkan perkataannya tentang lelaki shalih yang datang meminang putri seseorang.

“Apabila engkau tidak menikahkannya,” lanjut beliau tentang pinangan lelaki shalih itu, “Niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang meluas.”

Di sini Rasulullah mengabarkan sebuah ancaman atau konsekuensi jika pinangan lelaki shalih itu ditolak oleh pihak yang dipinang. Ancamannya disebutkan secara umum berupa fitnah di muka bumi dan meluasnya kerusakan. Bisa jadi perkataan Rasulullah ini menjadi hal yang sangat berat bagi para orang tua dan putri-putri mereka, terlebih lagi jika ancaman jika tidak menurutinya adalah fitnah dan kerusakan yang meluas di muka bumi.

Kita boleh mengira-gira jenis kerosakan apa yang akan muncul jika seseorang yang berniat melamar seseorang kerana mempertahankan kesucian dirinya dan dihalang- halangi serta dipersulit urusan pernikahannya. Inilah salah satu jenis kerosakan yang banyak terjadi di dunia modern ini, meskipun banyak di antara mereka tidak meminang siapapun.

Mari kita belajar tentang pinangan lelaki shalih dari kisah cinta sahabat Rasulullah dari Persia, Salman Al Farisi. Dalam Jalan Cinta, Salim A Fillah mengisahkan romansa cintanya. Salman Al Farisi, lelaki Persia yang baru bebas dari perbudakan fisik dan perbudakan konsepsi hidup itu ternyata mencintai salah seorang muslimah shalihah dari Madinah.

Ditemuinya saudara seimannya dari Madinah, Abud Darda’, untuk melamarkan sang perempuan untuknya.
“Saya,” katanya dengan aksen Madinah memperkenalkan diri pada pihak perempuan, “Adalah Abud Darda’.”

“Dan ini,” ujarnya seraya memperkenalkan si pelamar, “Adalah saudara saya, Salman Al Farisi.” Yang diperkenalkan tetap membisu.

Jantungnya berdebar. “Allah telah memuliakannya dengan Islam dan dia juga telah memuliakan Islam dengan
amal dan jihadnya.

Dia memiliki kedudukan yang utama di sisi Rasulullah, sampai-sampai beliau menyebutnya sebagai ahli bait-nya.

Saya datang untuk mewakili saudara saya ini melamar putri Anda untuk dipersuntingnya,” tutur Abud Darda’ dengan fasih dan terang.

“Adalah kehormatan bagi kami,” jawab tuan rumah atas pinangan Salman, ”Menerima Anda berdua, sahabat Rasulullah yang mulia.

Dan adalah kehormatan bagi keluarga ini bermenantukan seorang sahabat Rasulullah yang utama. Akan tetapi hak jawab ini sepenuhnya saya serahkan pada putri kami.”

Yang dipinang pun ternyata berada di sebalik tabir ruang itu. Sang putri shalihah menanti dengan debaran hati yang tak pasti. ”

Maafkan kami atas keterusterangan ini”, kata suara lembut itu. Ternyata sang ibu yang bicara mewakili putrinya. ”

Tapi, karena Anda berdua yang datang, maka dengan mengharap ridha Allah, saya menjawab bahwa putri kami menolak pinangan Salman.” Ah, romansa cinta Salman memang jadi indah di titik ini.
Sebuah penolakan pinangan oleh orang yang dicintainya, tapi tidak mencintainya. Salman harus membenturkan dirinya dengan sebuah hukum cinta yang lain, keserasaan. Inilah yang tidak dimiliki antara Salman dan perempuan itu.

Rasa itu hanya satu arah saja, bukan sepasang. Salman ditolak. Padahal dia adalah lelaki shalih. Lelaki yang menurut Ali bin Abi Thalib adalah sosok perbendaharaan ilmu lama dan baru, serta lautan yang tak pernah kering. Ia memang dari Persia, tapi

‘’Rasulullah berkata tentangnya, “Salman Al Farisi dari keluarga kami, ahlul bait.”

Lelaki yang bertekad kuat untuk membebaskan dirinya dari perbudakan dengan menebus diri seharga 300 tunas pohon kurma dan 40 uqiyah emas.

Lelaki yang dengan kecerdasan pikirnya mengusulkan strategi perang parit dalam Perang Ahzab dan berhasil dimenangkan Islam dengan gemilang.

Lelaki yang di kemudian hari dengan penuh amanah melaksanakan tugas dinasnya di Mada’in dengan mengendarai seekor keledai, sendirian.

Lelaki yang pernah menolak pembangunan rumah dinas baginya, kecuali sekadar saja.

Lelaki yang saking sederhana dalam jabatannya pernah dikira kuli panggul di wilayahnya sendiri. Lelaki yang di ujung sekaratnya merasa terlalu kaya, padahal di rumahnya tidak ada seberapa pun perkakas yang berharga.

Lelaki shalih ini, Salman Al Farisi, ditolak pinangannya oleh perempuan yang dicintanya. Salman ditolak.
Alasannya ternyata sederhana saja. Dengarlah. “Namun, jika Abud Darda’ kemudian juga memiliki urusan yang sama, maka putri kami telah menyiapkan jawaban mengiyakan,” kata si ibu perempuan itu melanjutkan perkataannya.

Anda mengerti? Si perempuan shalihah itu menolak lelaki shalih peminangnya karena ia mencintai lelaki yang lain. Ia mencintai si pengantar, Abud Darda’.

Cinta adalah argumentasi yang shahih untuk menolak. Ada juga kisah cinta yang lain. Abu Bakar Ash Shiddiq meminang Fathimah binti Muhammad kepada Rasulullah. Ia ingin mempererat kekerabatannya dengan Sang Rasul dengan pinangan itu. Saat itu usia Fathimah menjelang delapan belas tahun. Ia menjadi perempuan yang tumbuh sempurna dan menjadi idaman para lelaki yang ingin menikah. Keluhuran budi, kemuliaan akhlaq, kehormatan keturunan, dan keshalihahan jiwa menjadi penarik yang sangat kuat.
“Saya mohon kepadamu,” kata Abu Bakar kepada Rasulullah sebagaimana dikisahkan Anas dalam Fatimah Az Zahra,

“Sudilah kiranya engkau menikahkan Fathimah denganku.” Dalam riwayat lain, Abu Bakar melamar melalui putrinya sekaligus Ummul Mukminin Aisyah.

Mendapat pinangan dari lelaki shalih itu, Rasulullah hanya terdiam dan berpaling. “Sesungguhnya, Fathimah masih kecil,” kata beliau dalam riwayat lain. “Hai Abu Bakar, tunggulah sampai ada keputusan,” kata Rasulullah. Yang terakhir ini diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d dalam Ath Thabaqat.

Maksud Rasulullah dengan menunggu keputusan adalah keputusan dari Allah atas kondisi dan keadaan itu, apakah menerima pinangan itu atau tidak.

Ketika Umar bin Khathab mendengar cerita ini dari Abu Bakar langsung, ia mengatakan, “Hai Abu Bakar, beliau menolak pinanganmu.” Kemudian Umar mengambil kesempatan itu. Ia mendatangi Rasulullah dan menyampaikan pinangannya untuk menikahi Fathimah binti Muhammad. Tujuannya tidak terlalu berbeda dengan Abu Bakar. Bahkan jawaban yang diberikan Rasulullah kepada Umar pun sama dengan jawaban yang diberikan kepada Abu Bakar.

“Sesungguhnya, Fathimah masih kecil,” ujar beliau. “Tunggulah sampai ada keputusan,” kata Rasulullah. Ketika Abu Bakar mendengar cerita ini dari Umar bin Khathab langsung, ia mengatakan, “Hai Umar, beliau menolak pinanganmu.” Kita bisa membayangkan itu? Dua orang lelaki paling shalih di masa hidup Rasulullah pun ditolak pinangannya.

Abu Bakar adalah sahabat paling utama di antara seluruh sahabat yang ada. Kepercayaannya kepada Islam dan kerasulan begitu murni, tanpa reverse ataupun setitis keraguan. Karena itulah ia mendapat julukan Ash Shiddiq.

Ia adalah lelaki yang disebutkan Al Qur’an sebagai pengiring jalan hijrah Rasulullah di dalam gua.

Ia adalah dai yang banyak memasukkan para pembesar Mekah dalam pelukan Islam.

Ia adalah pembebas budak-budak muslim yang senantiasa tertindas.

Ia adalah lelaki yang menginfakkan seluruh hartanya untuk jihad, dan hanya menyisakan Allah dan Rasul- Nya bagi seluruh keluarganya.

Ia adalah orang yang ingin diangkat sebagai kekasih oleh Rasulullah.

Ia adalah salah satu lelaki yang telah dijamin menginjakkan tumitnya di kesejukan taman jannah.

Namun, lelaki shalih ini ditolak pinangannya secara halus oleh Rasulullah. Sementara, siapa tidak mengenal lelaki shalih lain bernama Umar bin Khathab.

Ia adalah pembeda antara kebenaran dan kebathilan.

Ia dan Hamzah lah yang telah mengangkat kemuliaan kaum muslimin di masa- masa awal perkembangannya di Mekah.

Ia lelaki yang seringkali firasatnya mendahului turunnya wahyu dan ayat-ayat ilahi kepada Rasulullah.

Ia adalah lelaki yang dengan keberaniannya menantang kaum musyrikin saat ia akan berangkat hijrah, ia melambungkan nama Islam.

Ia lelaki yang sangat mencintai keadilan dan menegakkannya tatkala ia menggantikan posisi Rasulullah dan Abu Bakar di kemudian hari.

Ia pula yang di kemudian hari membuka kunci-kunci dunia dan membebaskan negeri-negeri untuk menerima cahaya Islam.

Namun, lelaki shalih ini ditolak pinangannya secara halus oleh Rasulullah S.A.W.

Mari kita simak kenapa pinangan dua lelaki shalih ini ditolak Rasulullah. Ketika itu, Ali bin Abi Thalib datang menemui Rasulullah. Shahabat- shahabatnya dari Anshar, keluarga, bahkan dalam sebuah riwayat termasuk pula dua lelaki shalih terdahulu mendorongnya untuk datang meminang Fathimah binti Muhammad kepada Rasulullah.

Ia menemui Rasulullah dan memberi salam.
“Hai anak Abu Thalib,” sapa Rasulullah pada Ali dengan nama kunyahnya, ”Ada perlu apa?” Simaklah jawaban lugu yang disampaikan Ali kepada Rasulullah sebagaimana dinukil Ibnu Sa’d dalam Ath Thabaqat.

“Aku terkenang pada Fathimah binti Rasulullah,” katanya lirih hampir tak terdengar.

Dengar dan rasakan kepolosan dan kepasrahan dari setiap diksi yang terucap dari Ali bin Abi Thalib itu. Kepolosan dan kepasrahan seorang pecinta akan cintanya yang demikian lama. Ia menggunakan pilihan kata yang sangat lembut di dalam jiwa,

“Terkenang.”

 Kata ini mewakili keterlamaan rasa dan gelora yang terpendam, bertunas menembus langit-langit realita, transliterasi rasa.

“Ahlan wa sahlan!” kata Rasulullah menyambut perkataan Ali.

Senyum mengiringi rangkaian kata itu meluncur dari bibir mulia Rasulullah. Kita tidak usah sebingung Ali memahami jawaban Rasulullah. Jawaban itu bermakna bahwa pinangan Ali diterima oleh Rasulullah seperti yang dipahami rekan-rekan Ali.

Mari kita biarkan Ali dengan kebahagiaan diterima pinangannya oleh Rasulullah. Mari kita melihat dari perspektif yang lebih fokus untuk memahami penolakan pinangan dua lelaki shalih sebelumnya dan penerimaan lelaki shalih yang ini. Kita boleh punya pendapat tersendiri tentang masalah ini.

Ketika Rasulullah menjelaskan alasan kepada Abu Bakar dan Umar berupa penolakan halus, kita tidak bisa menerimanya secara letter lijk. Sebab bisa jadi itu adalah bahasa kias yang digunakan Rasulullah.
Misalnya ketika Rasulullah mengatakan bahwa Fathimah masih kecil, tentu saja ini tidak bisa diterjemahkan sebagai kecil secara harfiah, sebab saat itu usia Fathimah sudah hampir delapan belas tahun. Sebuah usia yang cukup matang untuk ukuran masa itu dan bangsa Arab. Sementara Rasulullah sendiri berumah tangga dengan Aisyah pada usia setengah usia Fathimah saat itu. Maka, kita harus memahami kalimat penolakan itu sebagai bahasa kias.

Saat Rasulullah meminta Abu Bakar dan Umar bin Khathab untuk menunggu keputusan, ini juga diterjemahkan sebagai penolakan sebagaimana dipahami dua lelaki shalih itu. Jadi, pernyataan Rasulullah itu bukan pernyataan untuk menggantung pinangan, sebab jika pinangan itu digantung, tentu saja Umar dan Ali tidak boleh meminang Fathimah. Pernyataan itu adalah sebuah penolakan halus. Atau bisa jadi, saat itu

Rasulullah punya harapan lain bahwa Ali bin Abi Thalib akan melamar Fathimah.

Beliau tahu sebab sejak kecil Ali telah bersamanya dan banyak bergaul dengan Fathimah. Interaksi yang lama dua muda mudi sangat potensial menumbuhkan tunas cinta dan memekarkan kuncup jiwanya. Ini dibuktikan dari pernyataan Rasulullah untuk meminta dua lelaki shalih itu menunggu keputusan Allah tentang pinangannya. Jadi, dalam hal ini kemungkinan Rasulullah mengetahui bahwa putrinya dan Ali telah saling mencintai. Sehingga Rasulullah pun punya harapan pada keduanya untuk menikah.

Rasulullah hanya sedang menunggu pinangan Ali. Di masa mendatang sejarah membuktikan ketika Ali dan Fathimah sudah menikah, ia berkata kepada Ali, suaminya,

“Aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta pada seorang pemuda.”

Saya yakin kita tahu siapa yang dimaksud oleh Fathimah. Ini perspektif saya. Hal ini diperkuat oleh pernyataan singkat Ali,

“Aku terkenang pada Fathimah binti Rasulullah.”

 Satu kalimat itu sudah mewakili apa yang diinginkan Ali. Rasulullah sangat memahami ini. Beliau adalah seseorang yang sangat peka akan apa-apa yang diinginkan orang lain dari dirinya. Beliau memiliki empati terhadap orang lain dengan demikian kuat. Beliau memahami bentuk sempurna keinginan seseorang seperti Ali dengan beberapa kata saja. Dan jawaban Rasulullah pun menunjukkan hal yang serupa, “Ahlan wa sahlan!” Ungkapan sambutan selamat datang atas sebuah penantian.

Jadi, dengan perspektif ini, kita akan memahami bahwa lelaki shalih yang datang untuk meminang bisa ditolak pinangannya, tanpa akan menimbulkan fitnah di muka bumi ataupun kerusakan yang meluas.

Wanita shalihah yang dipinang Salman Al Farisi telah menunjukkan kepada kita, bahwa ia mencintai Abud Darda’ dan menolak pinangan lelaki shalih dari Persia itu.

Rasulullah pun telah menunjukkan pada kita bahwa ia menolak pinangan dua lelaki tershalih di masanya karena Fathimah mencintai lelaki shalih yang lain, Ali Bin Abu Thalib.

Di sini, kita belajar bahwa cinta adalah argumentasi yang shahih untuk menolak, dan cinta adalah argumentasi yang shahih untuk mempermudah jalan bagi kedua pecinta berada dalam singgasana pernikahan.

Mari kita dengarkan sebuah kisah yang dikisahkan Ibnu Abbas dan diabadikan oleh Imam Ibnu Majah. Seorang laki-laki datang menemui Rasulullah.

“Wahai Rasulullah,” kata lelaki itu,
“Seorang anak yatim perempuan yang dalam tanggunganku telah dipinang dua orang lelaki, ada yang kaya dan ada yang miskin.”

“Kami lebih memilih lelaki kaya,” lanjutnya berkisah, “Tapi dia lebih memilih lelaki yang miskin.”
 Ia meminta pertimbangan kepada Rasulullah atas sikap yang sebaiknya dilakukannya. “Kami,” jawab Rasulullah,

“Tidak melihat sesuatu yang lebih baik dari pernikahan bagi dua orang yang saling mencintai, lam nara lil mutahabbaini mitslan nikahi.”

Cinta adalah argumentasi yang shahih untuk menolak. Di telinga dan jiwa lelaki ini, perkataan Rasulullah itu laksana setitis embun di kegersangan hati. Menumbuhkan tunas yang hampir mati diterpa badai kemarau dan panasnya bara api. Seakan-akan Rasulullah mengatakannya khusus hanya untuk dirinya. Seakan-akan Rasulullah mengingatkannya akan ikhtiar dan agar tiada sesal di kemudian hari.

“Cinta itu,” kata Prof. Dr. Abdul Halim Abu Syuqqah dalam Tahrirul Ma’rah fi ‘Ashrir Risalah,

“Adalah perasaan yang baik dengan kebaikan tujuan jika tujuannya adalah menikah.”

Artinya yang satu menjadikan yang lainnya sebagai teman hidup dalam bingkai pernikahan. Dengan maksud yang serupa,

Imam Al Hakim mencatat bahwa Rasulullah bersabda tentang dua manusia yang saling mencintai.

“Tidak ada yang bisa dilihat (lebih indah) oleh orang- orang yang saling mencintai,” kata Rasulullah, “Seperti halnya pernikahan.” Ya, tidak ada yang lebih indah. Ini adalah perkataan Rasulullah. Dan lelaki ini meyakini bahwa perkataan beliau adalah kebenaran. Karena bagi dua orang yang saling mencintai, memang tidak ada yang lebih indah selain pernikahan. Karena cintalah yang menghapus fitnah di muka bumi dan memperbaiki kerusakan yang meluas, insya Allah. Cinta adalah argumentasi yang shahih untuk menolak, dan cinta adalah argumentasi yang shahih untuk mempermudah jalan bagi kedua pecinta berada dalam singgasana pernikahan.

Sumber.

''Semoga ianya bermanfaat"

July 28, 2012

DI ATAS SAJADAH CINTA KISAH ZAHID


KOTA KUFAH terang oleh sinar purnama. Semilir angin yang bertiup dari utara membawa
hawa sejuk. Sebagian rumah telah menutup pintu dan jendelanya. Namun geliat hidup kota
Kufah masih terasa.

Di serambi masjid Kufah, seorang pemuda berdiri tegap menghadap kiblat. Kedua matanya
memandang teguh ke tempat sujud. Bibirnya bergetar melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran. Hati
dan seluruh gelegak jiwanya menyatu dengan Tuhan, Pencipta alam semesta. Orang-orang
memanggilnya “Zahid” atau “Si Ahli Zuhud”, karena kezuhudannya meskipun ia masih muda.
Dia dikenal masyarakat sebagai pemuda yang paling tampan dan paling mencintai masjid di kota
Kufah pada masanya. Sebagian besar waktunya ia habiskan di dalam masjid, untuk ibadah dan
menuntut ilmu pada ulama terkemuka kota Kufah. Saat itu masjid adalah pusat peradaban, pusat
pendidikan, pusat informasi dan pusat perhatian.

Pemuda itu terus larut dalam samudera ayat Ilahi. Setiap kali sampai pada ayat-ayat azab,
tubuh pemuda itu bergetar hebat. Air matanya mengalir deras. Neraka bagaikan menyala-nyala
dihadapannya. Namun jika ia sampai pada ayat-ayat nikmat dan surga, embun sejuk dari langit
terasa bagai mengguyur sekujur tubuhnya. Ia merasakan kesejukan dan kebahagiaan. Ia bagai
mencium aroma wangi para bidadari yang suci.

Tatkala sampai pada surat Asy Syams, ia menangis,
“fa alhamaha fujuuraha wa taqwaaha.
qad aflaha man zakkaaha.
wa qad khaaba man dassaaha
…”
(maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketaqwaan,
sesungguhnya, beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya
…)
Hatinya bertanya-tanya. Apakah dia termasuk golongan yang mensucikan jiwanya. Ataukah
golongan yang mengotori jiwanya? Dia termasuk golongan yang beruntung, ataukah yang
merugi?
Ayat itu ia ulang berkali-kali. Hatinya bergetar hebat. Tubuhnya berguncang. Akhirnya ia
pingsan.
***
Sementara itu, di pinggir kota tampak sebuah rumah mewah bagai istana. Lampu-lampu
yang menyala dari kejauhan tampak berkerlap-kerlip bagai bintang gemintang. Rumah itu milik
seorang saudagar kaya yang memiliki kebun kurma yang luas dan hewan ternak yang tak
terhitung jumlahnya.
Dalam salah satu kamarnya, tampak seorang gadis jelita sedang menari-nari riang gembira.
Wajahnya yang putih susu tampak kemerahan terkena sinar yang terpancar bagai tiga lentera
yang menerangi ruangan itu. Kecantikannya sungguh memesona. Gadis itu terus menari sambil
mendendangkan syair-syair cinta,

“in kuntu ‘asyiqatul lail fa ka’si
musyriqun bi dhau’
wal hubb al wariq
…”
(jika aku pencinta malam maka
gelasku memancarkan cahaya
dan cinta yang mekar
…)
***
Gadis itu terus menari-nari dengan riangnya. Hatinya berbunga-bunga. Di ruangan tengah,
kedua orangtuanya menyungging senyum mendengar syair yang didendangkan putrinya. Sang
ibu berkata, “Abu Afirah, putri kita sudah menginjak dewasa. Kau dengarkanlah baik-baik syairsyair
yang ia dendangkan.”

“Ya, itu syair-syair cinta. Memang sudah saatnya dia menikah. Kebetulan tadi siang di pasar
aku berjumpa dengan Abu Yasir. Dia melamar Afirah untuk putranya, Yasir.”

“Bagaimana, kau terima atau…?”

“Ya jelas langsung aku terima. Dia ‘kan masih kerabat sendiri dan kita banyak berhutang
budi padanya. Dialah yang dulu menolong kita waktu kesusahan. Di samping itu Yasir itu gagah
dan tampan.”

“Tapi bukankah lebih baik kalau minta pendapat Afirah dulu?”

“Tak perlu! Kita tidak ada pilihan kecuali menerima pinangan ayah Yasir. Pemuda yang
paling cocok untuk Afirah adalah Yasir.”

“Tapi, engkau tentu tahu bahwa Yasir itu pemuda yang tidak baik.”

“Ah, itu gampang. Nanti jika sudah beristri Afirah, dia pasti juga akan tobat! Yang penting
dia kaya raya.”
***
Pada saat yang sama, di sebuah tenda mewah, tak jauh dari pasar Kufah. Seorang pemuda
tampan dikelilingi oleh teman-temannya. Tak jauh darinya seorang penari melenggak lenggokan
tubuhnya diiringi suara gendang dan seruling.

“Ayo bangun, Yasir. Penari itu mengerlingkan matanya padamu!” bisik temannya.

“Be…benarkah?”

“Benar. Ayo cepatlah. Dia penari tercantik kota ini. Jangan kau sia-siakan kesempatan ini,
Yasir!”

“Baiklah. Bersenang-senang dengannya memang impianku.”
Yasir lalu bangkit dari duduknya dan beranjak menghampiri sang penari. Sang penari
mengulurkan tangan kanannya dan Yasir menyambutnya. Keduanya lalu menari-nari diiringi
irama seruling dan gendang. Keduanya benar-benar hanyut dalam kelenaan. Dengan gerakan
mesra penari itu membisikkan sesuatu ketelinga Yasir,

“Apakah Anda punya waktu malam ini bersamaku?”
Yasir tersenyum dan menganggukan kepalanya. Keduanya terus menari dan menari. Suara
gendang memecah hati. Irama seruling melengking-lengking. Aroma arak menyengat nurani.
Hati dan pikiran jadi mati.
***
Keesokan harinya.
Usai shalat dhuha, Zahid meninggalkan masjid menuju ke pinggir kota. Ia hendak menjenguk
saudaranya yang sakit. Ia berjalan dengan hati terus berzikir membaca ayat-ayat suci Al-Quran.
Ia sempatkan ke pasar sebentar untuk membeli anggur dan apel buat saudaranya yang sakit.
Zahid berjalan melewati kebun kurma yang luas. Saudaranya pernah bercerita bahwa kebun
itu milik saudagar kaya, Abu Afirah. Ia terus melangkah menapaki jalan yang membelah kebun
kurma itu. Tiba-tiba dari kejauhan ia melihat titik hitam. Ia terus berjalan dan titik hitam itu
semakin membesar dan mendekat. Matanya lalu menangkap di kejauhan sana perlahan bayangan
itu menjadi seorang sedang menunggang kuda. Lalu sayup-sayup telinganya menangkap suara,

“Toloong! Toloong!!”

Suara itu datang dari arah penunggang kuda yang ada jauh di depannya. Ia menghentikan
langkahnya. Penunggang kuda itu semakin jelas.

“Toloong! Toloong!!”

Suara itu semakin jelas terdengar. Suara seorang perempuan. Dan matanya dengan jelas bisa
menangkap penunggang kuda itu adalah seorang perempuan. Kuda itu berlari kencang.

“Toloong! Toloong hentikan kudaku ini! Ia tidak bisa dikendalikan!”

Mendengar itu Zahid tegang. Apa yang harus ia perbuat. Sementara kuda itu semakin dekat
dan tinggal beberapa belas meter di depannya. Cepat-cepat ia menenangkan diri dan membaca
shalawat. Ia berdiri tegap di tengah jalan. Tatkala kuda itu sudah sangat dekat ia mengangkat
tangan kanannya dan berkata keras,

“Hai kuda makhluk Allah, berhentilah dengan izin Allah!”

Bagai pasukan mendengar perintah panglimanya, kuda itu meringkik dan berhenti seketika.
Perempuan yang ada dipunggungnya terpelanting jatuh. Perempuan itu mengaduh. Zahid
mendekati perempuan itu dan menyapanya,

“Assalamu’alaiki. Kau tidak apa-apa?”

Perempuan itu mengaduh. Mukanya tertutup cadar hitam. Dua matanya yang bening menatap
Zahid. Dengan sedikit merintih ia menjawab pelan,

“Alhamdulillah, tidak apa-apa. Hanya saja tangan kananku sakit sekali. Mungkin terkilir saat
jatuh.”

“Syukurlah kalau begitu.”

Dua mata bening di balik cadar itu terus memandangi wajah tampan Zahid. Menyadari hal itu
Zahid menundukkan pandangannya ke tanah. Perempuan itu perlahan bangkit. Tanpa
sepengetahuan Zahid, ia membuka cadarnya. Dan tampaklah wajah cantik nan memesona,

“Tuan, saya ucapkan terima kasih. Kalau boleh tahu siapa nama Tuan, dari mana dan mau ke
mana Tuan?”

Zahid mengangkat mukanya. Tak ayal matanya menatap wajah putih bersih memesona.
Hatinya bergetar hebat. Syaraf dan ototnya terasa dingin semua. Inilah untuk pertama kalinya ia
menatap wajah gadis jelita dari jarak yang sangat dekat. Sesaat lamanya keduanya beradu
pandang. Sang gadis terpesona oleh ketampanan Zahid, sementara gemuruh hati Zahid tak kalah
hebatnya. Gadis itu tersenyum dengan pipi merah merona, Zahid tersadar, ia cepat-cepat
menundukkan kepalanya. “Innalillah. Astagfirullah,” gemuruh hatinya.

“Namaku Zahid, aku dari masjid mau mengunjungi saudaraku yang sakit.”

“Jadi, kaukah Zahid yang sering dibicarakan orang itu? Yang hidupnya cuma di dalam
masjid?”

“Tak tahulah. Itu mungkin Zahid yang lain.” kata Zahid sambil membalikkan badan. Ia lalu
melangkah.

“Tunggu dulu Tuan Zahid! Kenapa tergesa-gesa? Kau mau kemana? Perbincangan kita
belum selesai!”

“Aku mau melanjutkan perjalananku!”

Tiba-tiba gadis itu berlari dan berdiri di hadapan Zahid. Terang saja Zahid gelagapan.
Hatinya bergetar hebat menatap aura kecantikan gadis yang ada di depannya. Seumur hidup ia
belum pernah menghadapi situasi seperti ini.

“Tuan aku hanya mau bilang, namaku Afirah. Kebun ini milik ayahku. Dan rumahku ada di
sebelah selatan kebun ini. Jika kau mau silakan datang ke rumahku. Ayah pasti akan senang
dengan kehadiranmu. Dan sebagai ucapan terima kasih aku mau menghadiahkan ini.”
Gadis itu lalu mengulurkan tangannya memberi sapu tangan hijau muda.

“Tidak usah.”

“Terimalah, tidak apa-apa! Kalau tidak Tuan terima, aku tidak akan memberi jalan!”

Terpaksa Zahid menerima sapu tangan itu. Gadis itu lalu minggir sambil menutup kembali
mukanya dengan cadar. Zahid melangkahkan kedua kakinya melanjutkan perjalanan.
***

Saat malam datang membentangkan jubah hitamnya, kota Kufah kembali diterangi sinar
rembulan. Angin sejuk dari utara semilir mengalir.

Afirah terpekur di kamarnya. Matanya berkaca-kaca. Hatinya basah. Pikirannya bingung.
Apa yang menimpa dirinya. Sejak kejadian tadi pagi di kebun kurma hatinya terasa gundah.
Wajah bersih Zahid bagai tak hilang dari pelupuk matanya. Pandangan matanya yang teduh
menunduk membuat hatinya sedemikian terpikat. Pembicaraan orang-orang tentang kesalehan
seorang pemuda di tengah kota bernama Zahid semakin membuat hatinya tertawan. Tadi pagi ia
menatap wajahnya dan mendengarkan tutur suaranya. Ia juga menyaksikan wibawanya. Tiba-tiba
air matanya mengalir deras. Hatinya merasakan aliran kesejukan dan kegembiraan yang belum
pernah ia rasakan sebelumnya. Dalam hati ia berkata,

“Inikah cinta? Beginikah rasanya? Terasa hangat mengaliri syaraf. Juga terasa sejuk di dalam
hati. Ya Rabbi, tak aku pungkiri aku jatuh hati pada hamba-Mu yang bernama Zahid. Dan inilah
untuk pertama kalinya aku terpesona pada seorang pemuda. Untuk pertama kalinya aku jatuh
cinta. Ya Rabbi, izinkanlah aku mencintainya.”

Air matanya terus mengalir membasahi pipinya. Ia teringat sapu tangan yang ia berikan pada
Zahid. Tiba-tiba ia tersenyum,

“Ah sapu tanganku ada padanya. Ia pasti juga mencintaiku. Suatu hari ia akan datang
kemari.”

Hatinya berbunga-bunga. Wajah yang tampan bercahaya dan bermata teduh itu hadir di
pelupuk matanya.
***
Sementara itu di dalam masjid Kufah tampak Zahid yang sedang menangis di sebelah kanan
mimbar. Ia menangisi hilangnya kekhusyukan hatinya dalam shalat. Ia tidak tahu harus berbuat
apa. Sejak ia bertemu dengan Afirah di kebun kurma tadi pagi ia tidak bisa mengendalikan
gelora hatinya. Aura kecantikan Afirah bercokol dan mengakar sedemikian kuat dalam relungrelung
hatinya. Aura itu selalu melintas dalam shalat, baca Al-Quran dan dalam apa saja yang ia
kerjakan. Ia telah mencoba berulang kali menepis jauh-jauh aura pesona Afirah dengan
melakukan shalat sekhusyu’-khusyu’-nya namun usaha itu sia-sia.

“Ilahi, kasihanilah hamba-Mu yang lemah ini. Engkau Mahatahu atas apa yang menimpa
diriku. Aku tak ingin kehilangan cinta-Mu. Namun Engkau juga tahu, hatiku ini tak mampu
mengusir pesona kecantikan seorang makhluk yang Engkau ciptakan. Saat ini hamba sangat
lemah berhadapan dengan daya tarik wajah dan suaranya Ilahi, berilah padaku cawan kesejukan
untuk meletakkan embun-embun cinta yang menetes-netes dalam dinding hatiku ini. Ilahi,
tuntunlah langkahku pada garis takdir yang paling Engkau ridhai. Aku serahkan hidup matiku
untuk-Mu.” Isak Zahid mengharu biru pada Tuhan Sang Pencipta hati, cinta, dan segala
keindahan semesta.

Zahid terus meratap dan mengiba. Hatinya yang dipenuhi gelora cinta terus ia paksa untuk
menepis noda-noda nafsu. Anehnya, semakin ia meratap embun-embun cinta itu semakin deras
mengalir. Rasa cintanya pada Tuhan. Rasa takut akan azab-Nya. Rasa cinta dan rindu-Nya pada
Afirah. Dan rasa tidak ingin kehilangannya. Semua bercampur dan mengalir sedemikian hebat
dalam relung hatinya. Dalam puncak munajatnya ia pingsan.

Menjelang subuh, ia terbangun. Ia tersentak kaget. Ia belom shalat tahajjud. Beberapa orang
tampak tengah asyik beribadah bercengkerama dengan Tuhannya. Ia menangis, ia menyesal.
Biasanya ia sudah membaca dua juz dalam shalatnya.

“Ilahi, jangan kau gantikan bidadariku di surga dengan bidadari dunia. Ilahi, hamba lemah
maka berilah kekuatan!”

Ia lalu bangkit, wudhu, dan shalat tahajjud. Di dalam sujudnya ia berdoa,

“Ilahi, hamba mohon ridha-Mu dan surga. Amin. Ilahi lindungi hamba dari murkamu dan
neraka. Amin. Ilahi, jika boleh hamba titipkan rasa cinta hamba pada Afirah pada-Mu, hamba
terlalu lemah untuk menanggung-Nya. Amin. Ilahi, hamba memohon ampunan-Mu, rahmat-Mu,
cinta-Mu, dan ridha-Mu. Amin.”
***

Pagi hari, usai shalat dhuha Zahid berjalan ke arah pinggir kota. Tujuannya jelas yaitu
melamar Afirah. Hatinya mantap untuk melamarnya. Di sana ia disambut dengan baik oleh
kedua orangtua Afirah. Mereka sangat senang dengan kunjungan Zahid yang sudah terkenal
ketakwaannya di seantero penjuru kota. Afiah keluar sekejab untuk membawa minuman lalu
kembali ke dalam. Dari balik tirai ia mendengarkan dengan seksama pembicaraan Zahid dengan
ayahnya. Zahid mengutarakan maksud kedatangannya, yaitu melamar Afirah.

Sang ayah diam sesaat. Ia mengambil nafas panjang. Sementara Afirah menanti dengan
seksama jawaban ayahnya. Keheningan mencekam sesaat lamanya. Zahid menundukkan kepala
ia pasrah dengan jawaban yang akan diterimanya. Lalu terdengarlah jawaban ayah Afirah,

“Anakku Zahid, kau datang terlambat. Maafkan aku, Afirah sudah dilamar Abu Yasir untuk
putranya Yasir beberapa hari yang lalu, dan aku telah menerimanya.”

Zahid hanya mampu menganggukan kepala. Ia sudah mengerti dengan baik apa yang
didengarnya. Ia tidak bisa menyembunyikan irisan kepedihan hatinya. Ia mohon diri dengan
mata berkaca-kaca. Sementara Afirah, lebih tragis keadaannya. Jantungnya nyaris pecah
mendengarnya. Kedua kakinya seperti lumpuh seketika. Ia pun pingsan saat itu juga.
***

Zahid kembali ke masjid dengan kesedihan tak terkira. Keimanan dan ketakwaan Zahid
ternyata tidak mampu mengusir rasa cintanya pada Afirah. Apa yang ia dengar dari ayah Afirah
membuat nestapa jiwanya. Ia pun jatuh sakit. Suhu badannya sangat panas. Berkali-kali ia
pingsan. Ketika keadaannya kritis seorang jamaah membawa dan merawatnya di rumahnya. Ia
sering mengigau. Dari bibirnya terucap kalimat tasbih, tahlil, istigfhar dan … Afirah.

Kabar tentang derita yang dialami Zahid ini tersebar ke seantero kota Kufah. Angin pun
meniupkan kabar ini ke telinga Afirah. Rasa cinta Afirah yang tak kalah besarnya membuatnya
menulis sebuah surat pendek,

Kepada Zahid,

Assalamu’alaikum

Aku telah mendengar betapa dalam rasa cintamu padaku. Rasa cinta itulah yang
membuatmu sakit dan menderita saat ini. Aku tahu kau selalu menyebut diriku
dalam mimpi dan sadarmu. Tak bisa kuingkari, aku pun mengalami hal yang
sama. Kaulah cintaku yang pertama. Dan kuingin kaulah pendamping hidupku
selama-lamanya.

Zahid,

Kalau kau mau. Aku tawarkan dua hal padamu untuk mengobati rasa haus kita
berdua. Pertama, aku akan datang ke tempatmu dan kita bisa memadu cinta. Atau
kau datanglah ke kamarku, akan aku tunjukkan jalan dan waktunya.

Wassalam

Afirah
===============================================================
Surat itu ia titipkan pada seorang pembantu setianya yang bisa dipercaya. Ia berpesan agar
surat itu langsung sampai ke tangan Zahid. Tidak boleh ada orang ketiga yang membacanya. Dan
meminta jawaban Zahid saat itu juga.
Hari itu juga surat Afirah sampai ke tangan Zahid. Dengan hati berbunga-bunga Zahid
menerima surat itu dan membacanya. Setelah tahu isinya seluruh tubuhnya bergetar hebat. Ia
menarik nafas panjang dan beristighfar sebanyak-banyaknya. Dengan berlinang air mata ia
menulis untuk Afirah :

Kepada Afirah,

Salamullahi’alaiki,

Benar aku sangat mencintaimu. Namun sakit dan deritaku ini tidaklah sematamata
karena rasa cintaku padamu. Sakitku ini karena aku menginginkan sebuah
cinta suci yang mendatangkan pahala dan diridhai Allah ‘Azza Wa Jalla’. Inilah
yang kudamba. Dan aku ingin mendamba yang sama. Bukan sebuah cinta yang
menyeret kepada kenistaan dosa dan murka-Nya.

Afirah,

Kedua tawaranmu itu tak ada yang kuterima. Aku ingin mengobati kehausan jiwa
ini dengan secangkir air cinta dari surga. Bukan air timah dari neraka. Afirah,

“Inni akhaafu in ‘ashaitu Rabbi adzaaba yaumin ‘adhim!” ( Sesungguhnya aku
takut akan siksa hari yang besar jika aku durhaka pada Rabb-ku. Az Zumar : 13 )

Afirah,

Jika kita terus bertakwa. Allah akan memberikan jalan keluar. Tak ada yang bisa
aku lakukan saat ini kecuali menangis pada-Nya. Tidak mudah meraih cinta
berbuah pahala. Namun aku sangat yakin dengan firmannya :

“Wanita-wanita yang tidak baik adalah untuk laki-laki yang tidak baik, dan lakilaki
yang tidak baik adalah buat wanita-wanita yang tidak baik (pula), dan wanitawanita
yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah
untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa
yang dituduhkan oleh mereka. Bagi mereka ampunan dan rizki yang mulia (yaitu
surga).”

Karena aku ingin mendapatkan seorang bidadari yang suci dan baik maka aku
akan berusaha kesucian dan kebaikan. Selanjutnya Allahlah yang menentukan.

Afirah,

Bersama surat ini aku sertakan sorbanku, semoga bisa jadi pelipur lara dan
rindumu. Hanya kepada Allah kita serahkan hidup dan mati kita.

Wassalam,

Zahid
===============================================================
Begitu membaca jawaban Zahid itu Afirah menangis. Ia menangis bukan karena kecewa tapi
menangis karena menemukan sesuatu yang sangat berharga, yaitu hidayah. Pertemuan dan
percintaannya dengan seorang pemuda saleh bernama Zahid itu telah mengubah jalan hidupnya.
Sejak itu ia menanggalkan semua gaya hidupnya yang glamor. Ia berpaling dari dunia dan
menghadapkan wajahnya sepenuhnya untuk akhirat. Sorban putih pemberian Zahid ia jadikan
sajadah, tempat dimana ia bersujud, dan menangis di tengah malam memohon ampunan dan
rahmat Allah SWT. Siang ia puasa malam ia habiskan dengan bermunajat pada Tuhannya. Di
atas sajadah putih ia menemukan cinta yang lebih agung dan lebih indah, yaitu cinta kepada
Allah SWT. Hal yang sama juga dilakukan Zahid di masjid Kufah. Keduanya benar-benar larut
dalam samudera cinta kepada Allah SWT.
Allah Maha Rahman dan Rahim. Beberapa bulan kemudian Zahid menerima sepucuk surat
dari Afirah :

Kepada Zahid,

Assalamu’alaikum,

Segala puji bagi Allah, Dialah Tuhan yang memberi jalan keluar hamba-Nya yang
bertakwa. Hari ini ayahku memutuskan tali pertunanganku dengan Yasir. Beliau
telah terbuka hatinya. Cepatlah kau datang melamarku. Dan kita laksanakan
pernikahan mengikuti sunnah Rasululullah SAW. Secepatnya.

Wassalam,

Afirah
===============================================================
Seketika itu Zahid sujud syukur di mihrab masjid Kufah. Bunga-bunga cinta bermekaran
dalam hatinya. Tiada henti bibirnya mengucapkan hamdalah.

July 24, 2012

''Marhaban Ya Ramadhan''


Alhamdulillah, ahlan wasahlan ya ramadhan, biarpun sedikit terlewat beberapa hari tapi bersyukur kehadrat Ilahi kerana telah diberi kesempatan untuk bertemu lagi ramadhan kali ini dan semoga diberi lagi kesempatan yg akan datang….walau  berbuka di perantauan, tidaklah seindah di tanah air, dan best lagi la kalau berbuka dgn family sendiri, di sinipn boleh tahan la jgk berbuka dgn masyarakat yg asing, suasana yg hidup dan kemeriahan dirasa bila ingin solat terawih di mlm hari semua masjid2 dipenuhi dgn jemaah, apa yg didialami bila melihat teringat bagaimana untuk hidup dalam kesederhanaan, bersyukur dgn apa yg ada, kalau boleh semua makanan nak makan tapi sini bukan Malaysia semua ada, ‘’Allah tidak semestinya memberikn  apa yg kita mahu tp sudah tentu Allah akan memberikan apa yg kita perlu…

Terkadang diri lalai dlm mencari Redha-Nya, sibuk ’’update’’ benda lain tp tidak ‘’update’’ amal tuk akhirat, sibuk ‘’search’’ benda lain tp tdk ‘’search’’ keredhaan-Nya, dosa banyak ‘‘save’’ tp kurang plk  nk deletenya. Dalam beramal terkadang lupa untuk ‘’hide’’ amal hanya ikhlas kerana-Nya…

Bukan untuk istirehat tp untuk berjihad, dalam bulan mulia ini itulah yg manusia lakukan dalam berjihad melawan nafsu, nafsu lapar, nafsu syahwat, dan juga menahan diri dlm menjaga mulut, mata, dan telinga.

Ada juga yg puasa hanya dapat lapar dan dahaga sahaja, ye la kalau niat puasa pn tak, lps tu buat maksiat plk tu, mata tgk benda tu benda ni,  org cakap tidur pn dpt pahala tp kalau tido tu dari pagi sampai zohor, zohor pulak sampai nk magrib, puasa pn berapa kali kurus dah….yg tu xpe lg takut ada yg buat lupa plk pi makan tgh2 hari ni…macam2 la…

Terkadang diri lalai tdk mengambil peluang yg diberi, di bulan yg mulia ini adalah suatu anugerah yg berharga sekali. kebahagiaan tidak akan hadir jika kita yg tidak mewujudkan kebahagiaan itu sendiri, sama juga peluang yg ada di bulan ini jika bukan kita yg memanfaatkannya, jgn melihat org lain tp biar kita yg mulakan dulu....moga setiap amalan kita dilipat gandakan dlm mencari keredhaan-Nya, amin......


July 18, 2012

‘’Apakah doa kamu’’




‘Semoga dikurnia suami soleh yang boleh membimbing saya dunia dan akhirat’’

Jawapan begini biasa diberikan gadis yang bakal mendirikan rumahtangga ataupun pengantin baru. Kebanyakan wanita jika diajukan mengenai jodoh, mahukn suami yang soleh. Tetapi, apakah suami yang diidamkan itu ,benar memenuhi keperluan wanita? Cuba kita jenguk apa yang berlaku dalam sesebuah rumah tangga selepas doa’  mungkin sudah dimakbulkan Allah. 

Lelaki yang soleh amat takut kepada Allah. Salah satu bukti ketakutan kepada Allah ialah mengerjakan solat. Jadi lelaki akan menyuruh, malah kekadang sehingga menyuruh, malah memaksa isterinya solat, sedangkan sebelum kahwin dia kita mahukan yang soleh. Sedang si isteri sedap tidur diwaktu malam, si suami kejutkan suruh solat tahajjud. ‘’apalah suamiku ini?’’ runggut si isteri, dulu si gadis mahukan si soleh, tetapi selepas dapat lelaki soleh yang kejutkan si isteri untuk solat tahajjud, dia marah2 pula.

Lelaki yang soleh amat taat kepada Allah. Islam mewajipkan wanita tutup aurat. Jadi suami yang soleh tidak akan benarkan isterinya keluar rumah atau mengenakan pakaian sesuka hati.  Atau berhias dan bermekap tebal. Suami yang soleh akan memastikan isteri tutup aurat, Tetapi ada isteri kurang senang dengan perkara begini. Bukankah dulu, anda berdoa untuk mendapat suami yang soleh, tetapi bila dimakbulkan anda bantah pula cakapnya! Suami yang soleh tidak akan duduk dirumah sahaja-‘berada dibawah ketiak isteri sepanjang hari’. Ini kerana jihad fisabilillah adalah antara program lelaki soleh.Dia akan sentiasa keluar untuk berjuang, sama juga dengan mencari rezeki halal, sehingga kadang2 balik lewat malam. Ini lagi tak disukai wanita. Jika dulu anda dambakan suami soleh, bila  dah dapat, cara hidupnya pulak yang tak anda sukai.

Lelaki soleh juga menjadikan masjd sebagai ‘rumah ke2nya’. Ini  pun wanita tak suka, asyik-asyik ke masjid aje, kata mereka.

Lelaki yang soleh amat taat kepada ke2 ibu-bapanya.Malah baktinya kepada ke2 ibu-bapa melebihi kepada isteri. Ini menyebabkan sesetengah isteri cemburu. Dulu anda mahukan lelaki yang soleh (amat taat kepada ke2 ibu-bapanya) bila dapat, anda marah pula! Macam mana doa anda dulu??

Lelaki yang soleh juga tidak hidup bermewah2. Wangnya yang banyak dihabiskan dalam perjuangan. Diapun takut terima rasuah dan segala macam duit haram. Jadi dia tak dapatlah beri barang2 yang mewah separti rumah besar, kereta besar dan rangtai berjela kepada isteri dan keluarganya. Dalam perkara ini pun adai steri yang tak gemar, jika dulu doa mahukan suami soleh, tetapi sekarang tidak suka pula sikapnya.

Lelaki yang soleh hanya mahujauhkn diri daripada maksiat. Dia buat yang halal sahaja. Salah satu perkara yang halal ialah kawin empat. Ini memang manaperempuan pantang, malah membenci suaminya kahwin lagi. bukankah dulu anda mahukan lelaki yang soleh??
Demikian banyaknya perkara tidak disukai oleh isteri, walaupun doanya dulu mahu mendapat suami yang soleh . berdasarkan kriteria yang dibincangkan di atas, Jelaslah suami yang soleh tidak dapat memberikan sebahagian besar daripada kehendak duniawi si isteri. Si isteri tak perlulah megeluh, sebaliknya bersyukur kerana mendapat suami yang soleh, mungkin telah dimakbulkan Allah. Ingatlah, (isteri2 Rasulullah S.A.W sendiri pernah ditawarkan pilihan dunia kesenangan) atau akhirat. Akhiranya mereka memilih akhirat.
….Insan: akhi Faqierullah...



                                                           ~~***~~
_______________________________________________________________________________

                                                           ~~***~~

Agenda mencari yang soleh. Jangan pula hanya sibuk mencari yang soleh tapi perlu juga cuba untuk menjadi yang solehah, jangan pula sampai merendahkan harga diri jika hanya ingin mencari cinta yang tidak halal, berkenalan jika hanya suka2 itu hanya sia2, dan menyebabkan cinta nafsu, lagi menuju ke arah zina, zina mata dan zina hati...tapi jika betul2 serius dan sudah bersedia mendirikan masjid maka xsalah untuk berkenalan, dan nyatakan hasrat dihati melalui orang tengah....wallahu'alam..

July 13, 2012

Fathimah az-zahra rha dan Gilingan Gandum..

Oleh kerana setiap kehidupan pasti ada suka dan duka, dan juga saat bahagia. Dan begitu juga dalam kehidupan rumah tangga pasti ada ujian dengan kemiskinan, kekurangan dan kelemahan pasangan, mungkin ramai dikalangan remaja2 dan wanita2 yg tidak akan menyangka bahawa tiada kesulitan akan timbul selepas berumah tangga...kerana apa yang mereka nampak dalam alam pernikahan hanya kebahagiaan, disini amat perlulah kesediaan dalam menghadapinya, lagi kesabaran, sebab itu pentingya mencari yang lebih utama kerana agamanya, bukan harta, bukan rupa, bukan juga kerana keturunannya.....

________________________________________________________________________

Suatu hari masuklah Rasulullah s.a.w. menemui anakdanya Fathimah az- zahra rha. Didapatinya anakdanya sedang menggiling syair (sejenis padi- padian) dengan menggunakan sebuah penggilingan tangan dari batu sambil menangis. Rasulullah s.a.w. bertanya pada anakdanya, "Apa yang menyebabkan engkau menangis wahai Fathimah?, semoga Rasulullah s.a.w. tidak menyebabkan matamu menangis". Fathimah rha. berkata, "Ayahanda, penggilingan dan urusan- urusan rumahtanggalah yang menyebabkan anakda menangis". Lalu duduklah Rasulullah s.a.w. di sisi anakdanya. Fathimah rha. melanjutkan perkataannya, "Ayahanda sudikah kiranya ayahanda meminta 'aliy (suaminya) mencarikan anakda seorang jariah untuk menolong anakda menggiling gandum dan mengerjakan pekerjaan- pekerjaan di rumah".

Mendengar perkataan anakdanya ini maka bangunlah Rasulullah s.a.w. mendekati penggilingan itu. Beliau mengambil syair dengan tangannya yang diberkati lagi mulia dan diletakkannya di dalam penggilingan tangan itu seraya diucapkannya "Bismillaahirrahmaanirrahiim". Penggilingan tersebut berputar dengan sendirinya dengan izin Allah s.w.t. Rasulullah s.a.w. meletakkan syair ke dalam penggilingan tangan itu untuk anakdanya dengan tangannya sedangkan penggilingan itu berputar dengan sendirinya seraya bertasbih kepada Allah s.w.t. dalam berbagai bahasa sehingga habislah butir-butir syair itu digilingnya.

Rasulullah s.a.w. berkata kepada gilingan tersebut, "Berhentilah berputar dengan izin Allah s.w.t.", maka penggilingan itu berhenti berputar lalu penggilingan itu berkata-kata dengan izin Allah s.w.t. yang berkuasa menjadikan segala sesuatu dapat bertutur kata. Maka katanya dalam bahasa Arab yang fasih, "Ya Rasulullah s.a.w. , demi Allah s.w.t. Tuhan yang telah menjadikan Baginda s.a.w. dengan kebenaran sebagai Nabi dan Rasul- Nya, kalaulah Baginda s.a.w. menyuruh hamba menggiling syair dari Masyriq dan Maghrib pun niscaya hamba gilingkan semuanya. 

Sesungguhnya hamba telah mendengar dalam kitab Allah s.w.t.suatu ayat yang bermaksud: 

"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya para malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang dititahkan- Nya kepada mereka dan mereka mengerjakan apa yang dititahkan". 

Maka hamba takut, ya Rasulullah s.a.w. kelak hamba menjadi batu yang masuk ke dalam neraka. Rasulullah s.a.w. kemudian bersabda kepada batu penggilingan itu, "Bergembiralah kerana engkau adalah salah satu dari batu mahligai Fathimah az-zahra di dalam syurga". Maka bergembiralah penggilingan batu itu mendengar berita itu kemudian diamlah ia.

Rasulullah s.a.w. bersabda kepada anakdanya, "Jika Allah s.w.t. menghendaki wahai Fathimah, niscaya penggilingan itu berputar dengan sendirinya untukmu. Akan tetapi Allah s.w.t. menghendaki dituliskan-Nya untukmu beberapa kebaikan dan dihapuskan oleh- Nya beberapa kesalahanmu dan diangkat- Nya untukmu beberapa derajat. Ya Fathimah, perempuan mana yang menggiling tepung untuk suaminya dan anak-anaknya, maka Allah s.w.t. menuliskan untuknya dari setiap biji gandum yang digilingnya suatu kebaikan dan mengangkatnya satu derajat".

 "Ya Fathimah perempuan mana yang berkeringat ketika ia menggiling gandum untuk suaminya maka Allah s.w.t. menjadikan antara dirinya dan neraka tujuh buah parit. Ya Fathimah, perempuan mana yang meminyaki rambut anak-anaknya dan menyisir rambut mereka dan mencuci pakaian mereka maka Allah s.w.t. akan mencatatkan baginya ganjaran pahala orang yang memberi makan kepada seribu orang yang lapar dan memberi pakaian kepada seribu orang yang bertelanjang.

‘’ Ya Fathimah, perempuan mana yang menghalangi hajat tetangga-tetangganya maka Allah s.w.t. akan menghalanginya dari meminum air telaga Kautshar pada hari kiamat". "Ya Fathimah, yang lebih utama dari itu semua adalah keridhaan suami terhadap istrinya. Jikalau suamimu tidak ridha denganmu tidaklah akan aku doakan kamu. Tidaklah engkau ketahui wahai Fathimah bahawa ridha suami itu daripada Allah s.w.t. dan kemarahannya itu dari kemarahan Allah s.w.t.?.

‘’Ya Fathimah, apabila seseorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya maka beristighfarlah para malaikat untuknya dan Allah s.w.t. akan mencatatkan baginya tiap-tiap hari seribu kebaikan dan menghapuskan darinya seribu kejahatan. Apabila ia mulai sakit hendak melahirkan maka Allah s.w.t. mencatatkan untuknya pahala orang-orang yang berjihad pada jalan Allah s.w.t. yakni berperang sabil. 

Apabila ia melahirkan anak maka keluarlah ia dari dosa- dosanya seperti keadaannya pada hari ibunya melahirkannya dan apabila ia meninggal tiadalah ia meninggalkan dunia ini dalam keadaan berdosa sedikitpun, dan akan didapatinya kuburnya menjadi sebuah taman dari taman-taman syurga, dan Allah s.w.t. akan mengkurniakannya pahala seribu haji dan seribu umrah serta beristighfarlah untuknya seribu malaikat hingga hari kiamat.

" Perempuan mana yang melayani suaminya dalam sehari semalam dengan baik hati dan ikhlas serta niat yang benar maka Allah s.w.t. akan mengampuni dosa-dosanya semua dan Allah s.w.t. akan memakaikannya sepersalinan pakaian yang hijau dan dicatatkan untuknya dari setiap helai bulu dan rambut yang ada pada tubuhnya seribu kebaikan dan dikaruniakan Allah s.w.t. untuknya seribu pahala haji dan umrah. Ya Fathimah, perempuan mana yang tersenyum dihadapan suaminya maka Allah s.w.t. akan memandangnya dengan pandangan rahmat.

‘’ Ya Fathimah perempuan mana yang menghamparkan hamparan atau tempat untuk berbaring atau menata rumah untuk suaminya dengan baik hati maka berserulah untuknya penyeru dari langit (malaikat), 

"Teruskanlah 'amalmu maka Allah s.w.t. telah mengampunimu akan sesuatu yang telah lalu dari dosamu dan sesuatu yang akan datang". Ya Fathimah, perempuan mana yang meminyak- kan rambut suaminya dan janggutnya dan memotongkan kumisnya serta menggunting kukunya maka Allah s.w.t. akan memberinya minuman dari sungai-sungai syurga dan Allah s.w.t. akan meringankan sakaratulmaut-nya, dan akan didapatinya kuburnya menjadi sebuah taman dari taman-taman syurga serta Allah s.w.t. akan menyelamatkannya dari api neraka dan selamatlah ia melintas di atas titian Shirat"...

July 4, 2012

(¯`*• SIAPA KATA LELAKI TAK BOLEH MENANGIS??•* ´¯)



Tahukah kamu, lelaki sesungguhnya lebih kerap “menangis” Namun mereka menyembunyikan tangisnya di dalam kekuatan akalnya.

Lelaki menangis kerana memikirkan besarnya tanggung jawab yang bakal disoal oleh Tuhan kelak..Ia menjadi tonggak dan pemimpin dalam rumah tangga..Menjadi penjaga kepada ibu, saudara perempuan, isteri dan anak- anaknya. Maka tangisnya tak akan pernah kelihatan di kelopak matanya.....

Tangis lelaki adalah pada keringat yang bercucuran demi menafkahi keluarganya. Tak akan kau lihat tangisnya pada keluh kesah di lisannya.

Lelaki “menangis” dalam letih dan lelahnya menjaga keluarganya dari kelaparan. Tak akan dapat kau dengar tangisnya pada bicara di bibirnya,

Lelaki “menangis” dalam tegak dan teguhnya dalam melindungi keluarganya dari terik matahari, deras hujan dan dinginnnya angin malam. Tak akan sesekali kau nampak tangisnya pada peristiwa-peristiwa kecil dan remeh,

Lelaki “menangis” dalam kemarahannya jika kehormatan diri dan keluarganya digugat.

Lelaki “MENANGIS” dengan bangunnya mereka di kegelapan dini hari,

Lelaki “MENANGIS” dengan bercucuran peluhnya dalam mencari rezeki,

Lelaki “MENANGIS” dengan menjaga dan melindungi orang tua, anak dan isteri, Lelaki “MENANGIS” dengan tenaga dan darahnya menjadi galang ganti bagi agamanya, Namun… Lelaki akan sentiasa bersungguh- sungguh menangis dengan air matanya kerana mereka menyedari tanggung jawab yang besar di hadapan Tuhannya kelak…segala- galanya akan dipersoalkan kembali. Pandanglah Ayah ….. Pandanglah Suami ….. Pandanglah Abang ….. Sesungguhnya mereka sedang “menangis”…tidakkah engkau sedar???

____________________________________________________________________


tapi alangkah beruntungnya jika seorang lelaki yang bangun pada malam harinya dan menangis kerana takutkan Allah, dan menangisi kerana banyak dosanya, tapi dalam kehidupan ini bukanlah semudah itu untuk menjadi seorang lelaki meniti pada jalan yang lurus kerana banyak liku2 dan cabangnya, hanya dengan kesabaran itu dalam berbakti, hanya perlu pada perubahan diri sendiri........


Hak Seorang Ibu

                                                   
*Ingin sekali aq mengasihani padanya dengan setulus kasihku,

*Ingin sekali aq merindui pada jarak ini dengan segenap jiwaku,

*Ingin sekali aq menyatakan isi hati ini padanya dengan kebenaran,

*Ingin sekali aq menuju syurga dengan keredhaanya

*Sesungguhnya dialah ibuku yang menjadi penenang hati, pengubat jiwaku dikala aq memandangnya..

Tak salah merindui pada yang berhak, tak salah mengasihi pada yang memerlukan, tiadalah salah menyatakan pada yang sudi mendengar,

Tapi yang paling berhak atasku dan sesungguhnya dialah Ibuku, bagaimana kasih yang ibu harapkan, mampukah aq mengasihani ibuku sebagaimana ibu mengasihiku, mungkin seorang ibu mampu menjaga sepuluh orang anaknya tapi mampukah sepuluh orang anaknya menjaga seorang ibu, itulah yang menjadi persoalan. Dan pada hari ini, di zaman ini, yang menghampiri pengujungnya, tanda-tanda kiamat sudah menghampiri........mungkin tiada siapa yang menyedari kerna terlalu keasyikan dengan dunia, dan amat jelas ramai anak-anak yang menderhakai ibu,

Rasulullah SAW dalam hadis yang diriwayatkan Sayidatina Aisyah yang bermaksud: ''Aku pernah bertanya kepada baginda, ''siapakah yang paling berhak ke atas isteri? ''Baginda menjawab: ''Orang yang paling berhak kepada isteri ialah suaminya. ''Kemudian aku bertanya lagi, ''Dan siapakah orang yang paling berhak ke atas suami? ''Baginda menjawab: ''Orang yang paling berhak ke atas suami ialah ibu kandungnya. ''(Hadis riwayat Bazar dan al-Hakim).

Itu adalah jawapan kepada wanita-wanita bertanya. kenapa hanya isteri yang wajip taat kepada suami, tapi sebaliknya suaminya juga perlu taat kepada ibunya.....sebagaimana seorang wanita apabila berkahwin secara automatik keredhaan-Nya terletak pada pada suaminya, manakala seorang lelaki ataupun suami tetap dan tak akan berubah kerana keredhaan-Nya hanyalah terletak pada seorang ibunya yang kandung....wallahua'lam.....